Tingkat penyalahgunaan narkoba di seluruh dunia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dalam World Drug Report yang dilkeluarkan oleh United Office on Drugs and Crime (UNODC), terdapat 269 juta penyalahguna narkoba di dunia pada tahun 2018 (UNODC, 2020). Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan angka di tahun 2017 dimana sebanyak 271 juta orang menyalahgunakan narkoba (UNODC, 2019). Walaupun penurunan terjadi, masih dalam laporannya, UNODC (2020) menyampaikan bahwa angka ini mengalami peningkatan sebanyak 30% dibandingkan tahun 2009 yaitu 210 juta. Di Indonesia, berdasarkan rilisan terbaru dari Badan Narkotika Nasional (BNN), didapatkan data prevalensi penyalahguna narkoba pada tahun 2019 sebanyak 3.419.188 orang atau naik 0.03% dibandingkan angka pada tahun 2017 (BNN dan PMB LIPI, 2020).
Melihat angka penyalahgunaan narkoba yang terus mengalami peningkatan, diperlukan strategi yang tepat agar nantinya angka tersebut turun dan didapatkan abstinensia. Hal ini penting mengingat ketergantungan narkoba mempengaruhi psikiatri, mental dan fisik dari komunitas, keluarga dan individu (Zaidi, 2020). Strategi yang digunakan oleh pemerintah adalah memaksimalkan tiga pilar yaitu Pencegahan, Pemberantasan dan Rehabilitasi.
Salah satu pilar yaitu rehabilitasi memiliki peran penting untuk memberikan pengobatan secara medis dan sosial agar penyalahguna bisa pulih dari ketergantungannya dan tidak mengalami kekambuhan. Safil dan Bowen (dalam Melemis, 2015) menyatakan bahwa relaksasi pikiran dan tubuh menurunkan penyalahgunaan narkoba dan efektif dalam pencegahan kekambuhan untuk jangka waktu yang lama. Artikel ini akan berfokus kepada pencegahan kekambuhan melalui pendekatan mindfulness dan dukungan sosial sebagai satu kesatuan yang mendukung relaksasi pikiran dan tubuh dengan hasil akhir menumbuhkan kedamaian individu.
Tahap Kekambuhan
Terdapat tiga tahapan kekambuhan menurut Melemis (2015). Tahap pertama adalah kekambuhan emosional dimana individu sebenarnya tidak berpikir untuk menggunakan narkoba kembali. Mereka mengingat saat terakhir individu menggunakan narkoba dan tidak mau mengulanginya lagi. Hanya saja, individu pada tahap ini tidak mengindahkan kebutuhan dasar dirinya (menjadi lapar, marah, sendirian dan lelah) sehingga individu mulai merasa gelisah, mudah tersinggung dan tidak puas. Saat ketegangan makin meningkat, individu merespon dengan menggunakan kembali narkoba. Tahap Kekambuhan yang kedua adalah kekambuhan mental. Dalam tahap ini, individu berperang sendiri dengan pikirannya dan berada di dua pilihan untuk menggunakan narkoba kembali atau tidak. Kondisi di tahap ini sudah mulai mengingat kembali segala hal yang terjadi saat dia menggunakan dan mulai memikirkan skenario untuk kambuh. Sebenarnya pikiran untuk menggunakan kembali merupakan hal yang normal dan merupakan proses menuju kesembuhan. Namun, menjadi tidak normal ketika intesitas semakin meningkat dan perilaku yang ditunjukkan mengarah ke kekambuhan yang sebenarnya yaitu kekambuhan fisik. Tahap terakhir ini masih dibagi lagi menjadi dua fase yaitu mulai menggunakan narkoba kembali atau disebut lapse dan relapse dimana individu tidak bisa mengontrol penyalahgunaan dan kembali ke titik awal (Beck et al. dalam Melemis, 2015).
Melihat efek yang ditimbulkan diatas, maka sangat penting setiap individu yang sedang dalam proses penyembuhan penyalahgunaan narkoba memiliki kemampuan pencegahan kekambuhan yang tepat. Praktisi penyembuhan akan membantu klien dengan memberikan terapi pencegahan kekambuhan agar klien dapat mengidentifikasi situasi yang menjadi pemicu kekambuhan dan juga mempelajari kemampuan kognitif dan perilaku untuk menghadapi situasi ini (Marlatt dan Gordon dalam Grant et al., 2017).
Pencegahan Kekambuhan
Konsep pencegahan kekambuhan ini memiliki empat ide utama (Melemis, 2015). Pertama, kekambuhan adalah proses yang bertahap (emosional, mental dan fisik). Penting sekali individu mengenali tahap demi tahap sehingga ketika kekambuhan memasuki tahap pertama, individu bisa segera melakukan pencegahan dan kekambuhan tidak naik ke tahap yang lebih tinggi. Kedua, penyembuhan adalah proses perkembangan diri dan setiap tahapan penyembuhan memiliki risiko kekambuhannya masing-masing.
Tahapan penyembuhan yang dimaksud adalah abstinensia (tidak lagi menggunakan), perbaikan (memperbaiki kerusakan yang muncul karena adiksi) dan pertumbuhan (individu melanjutkan hidupnya). Jadi bisa dilihat bahwa proses ini berlangsung sangat lama dan setiap mantan penyalahguna harus berjuang mencegah kekambuhan hingga akhir hidupnya. Ketiga, alat utama dalam pencegahan kekambuhan adalah terapi kognitif dan relaksasi pikiran serta tubuh yang mengubah pikiran negatif dan mengembangkan kemampuan coping yang sehat. Keempat, kebanyakan kekambuhan dapat dijelaskan dengan aturan dasar yaitu mengubah hidup, jujur, meminta bantuan jika membutuhkan, merawat diri dan jangan melanggar aturan dengan melihat ada celah untuk kambuh dalam proses penyembuhannya.
Personal Peacefulness sebagai Upaya Pencegahan Kekambuhan
Mindfulness for relapse prevention
Mindfulness based relapse prevention (MBRP) memiliki tingkat keberhasilan mencegah kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan metode lain (Bowen, Chawla & Marlatt, 2011; Penberthy et al., 2015). Metode ini mengintegrasikan tiga terapi yang berbeda yaitu mindfulness-based stress reduction dari Zinn; mindfulness-based cognitive therapy oleh Segal, Williams dan Teasdale; dan terakhir relapse protocol dari Daley dan Marlatt. Program berlangsung selama 8 minggu dengan 6-12 orang per kelompoknya.
Dalam artikelnya, Vadivale & Sathiyaseelan (2019) menyampaikan secara rinci sasaran yang diharapkan dari setiap pertemuannya. Pertemuan pertama berfokus tentang pemahaman ide automatic pilot yang bertujuan memberikan pemahaman kepada peserta mengenai apa yang terjadi dalam tubuh dan pikirannya. Pertemuan kedua memberikan pemahaman terhadap konsep pencetus yang mendorong terbentuknya perilaku craving. Praktik mindfulness dengan pengolahan nafas diberikan pada pertemuan ketiga dan dilanjutkan ke pertemuan keempat dimana peserta diminta untuk melihat kembali situasi ketika peserta menyalahgunakan narkoba dan diminta melihat dari sisi yang berbeda hingga didapat pemahaman bahwa menyalahgunakan narkoba bukan sebuah kebutuhan.
Pertemuan kelima mengajak peserta menerima sesuatu yang membuat stres serta frustasi dan mengarahkan mereka menyalahgunakan narkoba. Menerima dan kemudian mengubah pikiran dan perilaku menjadi lebih positif. Pertemuan keenam memberikan pemahaman dan keterampilan kepada peserta untuk tidak mengikuti segala yang terjadi di pikirannya. Pikiran hanya pikiran. Kita tidak harus berperilaku mengikuti pikiran. Dalam kaitannya dengan pencegahan kekambuhan berarti pikiran untuk kambuh. Pertemuan ketujuh mengajak peserta untuk memiliki gaya hdup yang lebih sehat yang membantu dalam proses penyembuhan.
Pertemuan terakhir atau kedelapan memberikan pemahaman kepada peserta pentingnya dukungan sosial dalam perjuangannya mencegah kekambuhan.
Konsep relaksasi pikiran dan tubuh yang menjadi inti dari MBRP ini memegang beberapa peran dalam proses penyembuhan. Pertama, MBRP dapat menurunkan tekanan dan stres yang merupakan penyebab utama kekambuhan. Kedua, MBRP dapat membantu individu melepaskan pemikiran negatif seperti terperangkap masa lalu dan kekhawatiran akan masa depan. Ketiga, relaksasi terhadap tubuh dan pikiran adalah salah satu cara individu untuk berbuat baik dan merawat diri sendiri (Melemis, 2015).
Dalam perkembangannya, diperkenalkan metode baru yang berfokus terhadap konsep kesadaran tubuh yang dikenal dengan mindful-awareness in body oriented theraphy (MABT). Kesadaran interoseptif adalah fokus utama dalam pendekatan ini dimana individu diajarkan kemampuan untuk menyambungkan pikiran dan tubuh dengan meningkatkan kesadaran terhadap sinyal internal. MABT ditemukan dapat membantu individu mengeksplorasi perasaan tidak nyaman sebagai hal vital untuk tetap sehat dan mencegah kekambuhan (Price & DiJulio, 2016).
Dukungan Sosial
Dukungan sosial memberikan pengaruh penting terhadap proses penyembuhan penyalahguna narkoba termasuk didalamnya pencegahan kekambuhan. Horvath et al. (dalam Zaidi, 2020) menyatakan bahwa dukungan sosial menciptakan perasaan inklusifitas, keamanan, kepemilikan dan keselamatan bagi pasien. Pasien yang tergabung dalam kelompok sosial akan memiliki kemampuan untuk melewati permasalahan psikologis, menemukan tujuan dan arti hidup, menumbuhkan pandangan positif dan menghindari perasaan malu. Zaidi (2020) menyampaikan beberapa sumber dari dukungan sosial yang bisa didapatkan oleh mantan penyalahguna yaitu bersumber dari keluarga, sahabat, komunitas di lingkungan tempat tinggal, spiritual, jaringan sosial di internet atau organisasi yang peduli terhadap isu narkoba.
Organisasi atau komunitas seperti alcoholics anonymous, marijuana anonymous dan lainnya jika dikombinasikan dengan perawatan penyembuhan dapat membantu mantan penyalahguna untuk tidak kambuh dalam waktu yang lama (Kelly et al.; Pagano et al. dalam Melemis, 2015). Keuntungan bergabung dalam kelompok ini adalah individu dapat merasakan bahwa dirinya tidak sendiri dalam melewati proses penyembuhan, membuka perspektif dengan mendengarkan cerita dari mantan penyalahguna yang lain serta bagaimana mereka bisa sembuh dan individu merasa aman tanpa khawatir seseorang mengenalinya dan melabelinya dengan sesuatu yang negatif (Melemis, 2015).
Penulis:
Lisa Sunaryo Putri, S.Psi. M.A.
Referensi:
- Badan Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI. (2019). Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2020. Laporan Penelitian.
- Bowen, S., Chawla, N., & Marlatt, G. A. (2011). Mindfulnessbased relapse prevention for addictive behaviours: A clinician’s guide (pp. 20–24). New York: NY, Guilford Press.
- Grant, Sean & Colaiaco, Benjamin & Motala, Aneesa & Shanman, Roberta & Booth, Marika & Sorbero, Melony & Hempel, Susanne. (2017). Mindfulness-based Relapse Prevention for Substance Use Disorders: A Systematic Review and Meta-analysis. Journal of Addiction Medicine. 11. 1. 10.1097/ADM.0000000000000338.
- Melemis S. M. (2015). Relapse Prevention and the Five Rules of Recovery. The Yale journal of biology and medicine, 88(3), 325–332.
- Penberthy, J.K., Konig, A., Gioia, C.J. et al. (2015). Mindfulness-Based Relapse Prevention: History, Mechanisms of Action, and Effects. Mindfulness 6, 151–158.
- Price, C., & Smith-DiJulio, K. (2016). Interoceptive Awareness Is Important for Relapse Prevention: Perceptions of Women Who Received Mindful Body Awareness in Substance Use Disorder Treatment. Journal of addictions nursing, 27(1), 32–38.
- UNODC, 2019. World Drug Report 2019. United Nations Publication.
- UNODC, 2020. World Drug Report 2020. United Nations Publication.
- Zaidi, Uzma. (2020). Role of Social Support in Relapse Prevention for Drug Addicts. International Journal of Innovation, Creativity and Change, 13:1.