Dalam dunia adiksi dan rehabilitasi ketergantungan narkoba, kata relapse sudah tidak asing lagi. Relapse berasal dari bahasa Inggris yang berarti kambuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kambuh berarti jatuh sakit lagi. Sedangkan dalam dunia adiksi, relapse didefinisikan sebagai suatu kondisi terjadinya kembali pola lama penyalahgunaan (adiksi) narkoba yang berlangsung kembali secara rutin.
Seseorang dikatakan relapse jika menggunakan narkoba kembali, setelah dalam beberapa waktu tidak menggunakan narkoba sama sekali.
Relapse ini menjadi momok bagi pecandu dan keluarganya dalam meniti perjalanan panjang menuju kepulihan. Relapse dapat terjadi meskipun pada pecandu sudah selesai menjalani rehabilitasi. Ditinjau dari pengertian adiksi atau kecanduan yang merupakan penyakit otak yang bersifat kronis dan kambuhan, maka sebenarnya sudah jelas bahwa adiksi narkoba merupakan suatu penyakit yang dapat kambuh atau relapse.
Namun, mengapa relapse ini dapat terjadi? Padahal pecandu tersebut telah menjalani proses rehabilitasi yang panjang dan lama? Apa yang menyebabkan penyakit adiksi ini kambuhan dan mudah relapse?
Tahapan Perubahan Perilaku (Stages of Change)
Meskipun banyak sekali yang menjadi faktor penyebab terjadinya relapse, namun pada dasarnya relapse merupakan bagian dari serangkaian tahapan perubahan perilaku atau stages of change. Perubahan perilaku di sini adalah perubahan perilaku dari ketergantungan narkoba menjadi perilaku yang tidak menggunakan narkoba, dimana hal ini menjadi tujuan utama rehabilitasi.
Tahapan Perubahan Perilaku merupakan Model Transtheorical yang dikembangkan oleh James O. Proschaska dan Carlo Di Clemente mulai tahun 1977, dengan menilai kesiapan individu untuk melakukan suatu perilaku yang baru.
Siklus perubahan perilaku ini terdiri dari enam tahapan, yaitu:
Tahap 1: Prekontemplasi
Merupakan tahap di mana pecandu merasa bahwa adiksi bukan menjadi suatu permasalahan. Mereka merasa belum memerlukan bantuan untuk berubah, karena menganggap bahwa perilaku adiksi tidak berdampak buruk bagi dirinya.
Tahap 2: Kontemplasi
Tahap di mana pecandu mulai merasa bahwa adiksi merupakan hal yang salah dan harus diubah. Pecandu mulai merasakan dampak buruk dari adiksinya, namun terjadi konflik dalam diri yang cukup berat sehingga pecandu merasa memerlukan bantuan orang lain. Tahap ini dapat berlangsung sangat lama, karena diperlukan keteguhan tekad dan niat.
Tahap 3: Persiapan
Dalam tahap persiapan, pecandu mulai melakukan persiapan untuk berubah. Mereka mulai mengumpulkan informasi dari orang sekitar maupun dari berbagai media dan memulai langkah kecil terkait penghentian adiksinya. Selain itu mereka juga mulai mencari bantuan yang dapat membantu mereka dalam menghentikan penyalahgunaannya.
Tahap 4: Aksi
Merupakan tahap di mana pecandu memulai langkah nyata untuk dapat berubah. Pecandu akan memilih jalan yang sesuai dengan kondisi dan dukungan yang dimiliki. Bahkan pada tahap ini, banyak pecandu yang memulai untuk melakukan rehabilitasi medis dan sosial untuk membantu mengatasi penyalahgunaannya dengan melakukan perilaku baru yang positif.
Tahap 5: Pemeliharaan
Ini adalah tahap maintenance. Setelah melakukan berbagai upaya untuk perubahan perilaku, maka selanjutnya adalah menjaga agar kebiasaan lama tidak terulang. Pada tahap ini diperlukan keterampilan untuk menghindari pemicu atau trigger yang dapat menyebabkan relapse.
Tahap 6: Kambuh
Merupakan tahap di mana terjadinya relapse atau kambuh, yang artinya perilaku dan kebiasaan lama muncul kembali. Mantan pecandu yang telah meninggalkan penggunaan zat, terjatuh lagi menggunakan narkoba.
Mengacu pada teori perubahan perilaku di atas, maka relapse merupakan bagian dari serangkaian perubahan perilaku. Dari terjadinya relapse, pecandu dapat belajar dari pengalaman apa yang menjadi pemicu terjadinya relapse, sehingga dapat menghindarinya pada masa yang akan datang. Jika terjadi relapse, maka tahapan perubahan perilaku akan dimulai dari awal lagi.
Craving
Selain berdasarkan pada teori perubahan perilaku diatas, relapse merupakan proses yang kompleks, melibatkan mekanisme kerja otak yang diaktivasi oleh adanya pemicu atau trigger sehingga memunculkan craving yang mempengaruhi perasaan, emosi dan perilaku.
Semakin lama dan semakin sering frekuensi paparan yang diterima seseorang akan semakin lebih lama tersimpan di otak, dan sulit terhapus meskipun ada suatu informasi yang baru. Demikian juga dengan pemakaian narkoba. Semakin sering dan lama waktu penggunaan zat tersebut, maka akan semakin lekat ingatan pemakaian narkoba. Dengan sedikit pemicu, maka otak akan memutar ingatan saat dulu menggunakan narkoba. Akan terbayang rasa dan sensasi saat menggunakan sehingga dapat mempengaruhi fungsi tubuh, emosi dan perasaan. Jika perubahan tersebut tidak dapat ditahan, maka muncul perasaan craving atau nagih yang menyebabkan relapse.
Craving merupakan hasrat atau keinginan kuat untuk kembali menggunakan narkoba. Craving yang tidak dapat dikendalikan mengakibatkan mantan pengguna narkoba menjadi relapse.
Lalu bagaimana agar craving ini tidak muncul? Atau meskipun muncul, bagaimana agar mantan pecandu tidak tergoda lagi menggunakan narkoba?
Pemicu Relapse
Craving muncul akibat adanya pemicu. Pemicu ini bisa apa saja. Bagi mantan pecandu, pemicu bisa berupa benda, lokasi, orang, situasi bahkan suatu perasaan. Jika ditinjau dari jenisnya, maka pemicu terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri, dan yang kedua adalah faktor eksternal, yaitu yang berasal dari luar.
Faktor internal, merupakan pemicu yang berasal dari dalam diri individu. Yaitu perasaan negatif yang dapat berupa sedih, marah, kecewa, bosan, stress, cemburu, perasaan kesepian, bahkan perasaan senang, bahagia dan lain-lain. Perasaan tersebut berkaitan dengan situasi tertentu sehingga menjadi dorongan untuk menggunakan narkoba kembali.
Pemicu eksternal merupakan pemicu yang berasal dari luar individu. Contoh pemicu eksternal ini dapat berupa orang-orang tertentu, seperti teman sesama pemakai, pengedar atau kurir saat masih menggunakan narkoba. Selain itu dapat berupa benda-benda tertentu, seperti suntikan, botol, pipet dan lain-lain yang berkaitan dengan momen pemakaian. Suatu tempat atau jalan menuju suatu tempat juga dapat mejadi pemicu, seperti diskotek, rumah pengedar atau lokasi yang dulu sering digunakan untuk memakai narkoba. Situasi dan tekanan dari lingkungan sekitar dapat memicu terjadinya perasaan-perasaan tertentu sehingga mendorong terjadinya relapse.
Pemicu ini berbeda-beda tiap individu, dan dapat pula menimbulkan reaksi yang berbeda. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi pemicu terbesar, maka mantan pecandu dapat mengantisipasi dengan melakukan tindakan pencegahan agar dapat mengendalikan keinginan untuk menggunakan narkoba kembali.
Pemicu dari internal dapat dikendalikan dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguatkan tekad untuk tidak memakai narkoba kembali, menghargai pencapaian diri dan selalu memberi sugesti positif kepada diri sendiri. Hal ini membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat, seperti pasangan, keluarga, sahabat, teman dan lingkungan sekitarnya.
Pemicu dari eksternal dapat diantisipasi dengan menghindari hal-hal yang menjadi pemicu. Mantan pecandu sedapat mungkin memutuskan hubungan dengan orang, tempat maupun benda-benda yang berkaitan dengan pemakaian narkoba. Mengganti nomor telepon, membuang barang-barang pemicu, bahkan jika memungkinkan untuk pindah tempat tinggal untuk menghindari teman-teman negatif, pengedar dan bandar.
Penulis:
drg. Febriana Kusuma D.M., M.A.R.S
Konselor Adiksi Ahli Madya BNNP DIY