
Remaja berinisial S (17 tahun), duduk termenung di bangku ruang tunggu klinik. Tatapannya melamun ke arah langit-langit ruangan. Bahunya turun, tampak tidak bersemangat. Hari itu adalah sesi konseling keenamnya dalam program rehabilitasi untuk pemulihan dari ketergantungan narkoba.
Dalam sesi konseling, S bercerita tentang pertengkaran dengan orangtua yang terjadi baru-baru ini. Keributan yang sebelumnya tidak diduga akan terjadi ini membuatnya cukup terpukul. Sejak menjalani rehabilitasi, S memutus pergaulan dengan teman-teman lama yang merupakan pengguna narkoba. Ia lebih sering menghabiskan waktu di rumah. Peran keluarga menjadi sangat bermakna bagi S. Hubungan buruk dengan keluarga, satu-satunya sistem dukungan sosial yang bermakna bagi S saat ini, menjadi hal yang berat.
Konseling dengan orangtua kemudian dilakukan sebagai tindak lanjut dari permasalahan klien. Meskipun secara penggunaan narkoba klien tidak lagi memiliki masalah karena sudah abstinen (tidak lagi menggunakan zat), aspek lain dari kehidupan klien yang bisa menjadi risiko penggunaan zat juga perlu untuk ditangani.
Hal ini penting mengingat salah satu faktor dominan risiko ketergantungan narkoba berasal dari faktor lingkungan (misalnya keluarga yang tidak harmonis, riwayat kekerasan anak, gagal performa di sekolah/kerja, atau pergaulan yang tidak baik). Permasalahan yang dialami dapat membuat anak stres sehingga mengambil jalan singkat untuk menghindari perasaan tidak nyaman yang muncul, misalnya dengan menggunakan narkoba. Identifikasi faktor risiko tersebut dan penanganan sedari dini akan membantu klien untuk bertahan dalam proses pemulihan.
Kasus S sayangnya jamak ditemukan di masyarakat. Anak dengan permasalahan narkoba ada di sekitar kita dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Mayoritas dari pengguna narkoba mulai menggunakan narkoba (alkohol, obat resep) di usia remaja dan dewasa muda (NIDA, 2014). Semakin muda riwayat seseorang menggunakan narkoba, permasalahan narkobanya akan semakin berat di masa depan.
Hal ini dikarenakan narkoba secara khusus memberi dampak negatif pada otak anak/remaja yang masih berkembang, menyebabkan otak tidak dapat berkembang secara optimal yang ditunjukkan misalnya dengan gangguan memori dan IQ yang lebih rendah. Gangguan perkembangan ini dapat berdampak lebih jauh pada aspek kehidupan sosial dan pendidikan dari anak yang dapat mengancam masa depannya. Anak dapat terjebak dalam lingkaran narkoba yang tidak berujung. Karenanya, identifikasi dan intervensi dibutuhkan sesegera mungkin.
Usia anak/remaja cenderung bereksperimen mencoba hal baru, mengambil risiko, dan mencari identitas diri. Hal ini disebabkan karena otak anak/remaja masih berkembang pada bagian yang mengatur pertimbangan keputusan dan risiko. Oleh sebab itu, anak cenderung bereksperimen mencoba hal baru termasuk juga hal berisiko seperti narkoba. Situasi menjadi lebih rumit ketika kebanyakan remaja pengguna narkoba tidak merasa penggunaannya bermasalah atau membutuhkan bantuan. Di sini peran keluarga dan masyarakat menjadi penting. Keluarga dan masyarakat tidak bisa hanya tinggal diam melihat kondisi anak dengan masalah narkoba di lingkungannya.
Berkaca pada pemahaman ini, Bidang Rehabilitasi BNNP DIY berinisiatif untuk berkoordinasi dengan Dinas Dikpora DIY untuk memberikan pembekalan keterampilan skrining narkoba bagi guru BK dari SMA/K di wilayah DIY. Harapannya, guru BK yang secara langsung berinteraksi dengan siswa di sekolah dapat secara lebih dini mendeteksi siswa yang mungkin bermasalah dengan narkoba. Dengan menguasai skrining narkoba, guru BK dapat mendeteksi, melihat risiko penggunaan, dan memberikan intervensi awal bagi siswa dengan menggunakan kacamata kesehatan. Selanjutnya, jika diperlukan intervensi lanjutan maka sekolah dapat berkoordinasi dengan Klinik BNNP/BNNK atau fasilitas kesehatan dan lembaga rehabilitasi di wilayahnya.
Kegiatan ini hanyalah satu dari sekian banyak upaya yang bisa dilakukan baik oleh pemerintah, keluarga, sekolah, maupun masyarakat untuk menyelamatkan anak dalam masalah penggunaan narkoba. Anak dengan masalah narkoba merupakan bagian dari masyarakat, dan juga generasi penerus bangsa. Seperti sebuah pepatah Afrika, “It takes a village to raise a child,” tanggung jawab membesarkan seorang anak adalah tanggung jawab masyarakat. Anak dengan masalah narkoba adalah tanggung jawab kita bersama. Kita sudah sepatutnya gelisah dan tidak lagi berdiam diri.
Rina Apriliani Sugiarti
MSc of Clinical Psychology – Universiteit Leiden
Klinik Rehabilitasi Narkoba Seger Waras BNNP DIY