Praktik kehumasan sudah dikenal sejak awal abad ke-20, dan hingga saat ini definisi dari public relation sudah berkembang seiring dengan perubahan peran dan perkembangan teknologi (PRSA, 2012). Definisi kehumasan dari Danny Grinswold (dalam Kasali, 2000), menyebutkan bahwa public relation adalah fungsi manajemen yang melakukan evaluasi terhadap sikap-sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur seseorang/sebuah perusahaan terhadap publiknya, menyusun rencana serta menjalankan program-program komunikasi untuk memperoleh pemahaman dan penerimaan publik.
Menurut Public Relation Society of America (2012), menyebutkan ‘public relation is a strategic communication process that builds mutually beneficial relationship between organizations and their public’. Disebutkan juga bahwa selain berperan untuk mempengaruhi, terlibat, dan membangun hubungan dengan stakeholders, peran penting lain dari humas adalah mengantisipasi, menganalisis, dan menginterpretasi opini publik, sikap, serta isu yang bisa memberikan dampak, baik atau buruk, pada rencana maupun jalannya organisasi.
Fungsi paling dasar humas dalam pemerintahan adalah membantu menjabarkan dan mencapai tujuan program pemerintahan, meningkatkan sikap responsif pemerintah, serta memberi publik informasi yang cukup untuk dapat melakukan pengaturan diri sendiri (Lattimore, 2010, dalam Lubis, 2012). Dalam penelitian Iriantara (2019) tentang kebijakan kehumasan pemerintah, dinyatakan humas pemerintah menjalankan fungsi-fungsi, seperti yang dinyatakan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, yaitu (a) nation-branding, (b) sosialisasi, (c) edukasi, (d) kampanye program, dan (e) kontranarasi. Adapun peran humas pemerintah adalah:
- Komunikator: humas pemerintah berperan membuka akses dan saluran komunikasi dua arah, antara instansi pemerintah dan publiknya, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui sarana kehumasan;
- Fasilitator: humas pemerintah berperan menyerap perkembangan situasi dan aspirasi publik untuk dijadikan masukan bagi pimpinan instansi pemerintah dalam pengambilan putusan;
- Diseminator: humas pemerintah berperan dalam pelayanan informasi terhadap internal organisasi dan publiknya, baik langsung maupun tidak langsung, mengenai kebijakan dan kegiatan masing masing instansi pemerintah;
- Katalisator: humas pemerintah berperan dalam melakukan berbagai pendekatan dan strategi guna mempengaruhi sikap dan opini publik untuk menyelaraskan kepentingan pemerintah dengan publik;
- Konselor, advisor, dan interpreter: humas merupakan konsultan, penasihat, dan penerjemah kebijakan pemerintah; dan
- Humas berperan sebagai salah satu instrumen strategis pemimpin puncak penentu kebijakan (Iriantara, 2019)
Humas dan Opini Publik
Humas membentuk opini publik dengan lebih mengarah ke rasio daripada emosi dan naluri (insting), tugas dari humas adalah mengembangkan opini yang rasional, bukan yang bersifat emosional, terhadap isu yang kontroversial (Olii & Ervita, 2011). Saat membentuk atau mengubah opini publik tentang isu kontroversial, humas dapat menyajikan informasi yang relevan sehingga opini publik yang timbul adalah produk dari pengetahuan dan pemillihan atas dasar pertimbangan rasional.
Dalam bab Dinamika Opini Publik, Olii dan Ervita (2011) memaparkan humas dapat mengembangkan pola rasional dalam merespon opini publik dengan cara:
- Memberi publik lebih banyak keterangan atau penjelasan (berupa laporan, gambar, foto) untuk menanggapi isu yang kontroversial;
- Memberi perhatian yang lebih besar pada individu-individu sebagai kelompok yang menghadapi isu kontroversial
Pembahasan opini publik merupakan hal yang cukup mendasar bagi pekerjaan di bidang kehumasan. Rhenald Kasali (2000) menyebutkan bahwa organisasi di manapun tidak akan lepas dari munculnya opini di masyarakat, karena sifat komunikasi yang dilakukan menyangkut manusia yang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Apalagi jika organisasi berhadapan dengan publik yang memiliki kepentingan dan latar belakang yang berbeda-beda. Sehingga praktisi kehumasan diharapkan dapat memahami opini yang sedang berkembang di masyarakat, apalagi jika berkaitan dengan organisasinya.
Opini publik tidak terbentuk begitu saja, ada proses yang dipengaruhi berbagai macam faktor. Ketika sebuah isu yang diyakini sekelompok kecil individu berkembang dan disebarluaskan kepada kelompok yang lebih luas akan membuat masyarakat yang awalnya tidak terpengaruh pada isu tersebut menjadi lebih peduli. Apalagi jika diperkuat dengan paparan informasi lain secara berkesinambungan, opini publik ini akan meluas dan diyakini oleh banyak orang yang awalnya tidak mendukung. Sikap dan opini masyarakat tidaklah semata-mata dipengaruhi oleh berita tunggal yang dikeluarkan pada hari itu, melainkan oleh berita-berita yang muncul dan beredar dalam beberapa tahun belakangan secara berkesinambungan (Kasali, 2000).
Salah satu contoh kasus tentang opini publik yang dihadapi oleh humas pemerintah adalah terkait isu legalisasi ganja. Selama ini, narkotika dianggap sebagai zat adiktif yang berbahaya untuk dikonsumsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggapan ini diyakini oleh masyarakat secara umum. Namun berkembangnya media digital dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk menggeser opini publik bahwa zat tertentu seperti ganja dapat dilegalkan karena dapat dimanfaatkan untuk kepentingan medis. Adanya kelompok pressure group yang pro legalisasi ganja menyuarakan aktivisme gerakan bertujuan mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui opini publik yang berkembang. Tujuannya adalah mengubah regulasi terkait ganja agar dapat legal digunakan jika ada kepentingan medis.
Meski beberapa negara memperbolehkan pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis demi memperbaiki kualitas kesehatan seseorang, namun The Commission on Narcotic Drugs (CND) memberikan otoritas kepada masing-masing negara untuk mengatur pemanfaatan ganja untuk negaranya. Badan Narkotika Nasional melalui Biro Humas serta Deputi Hukum dan Kerjasama, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tetap menolak ganja dilegalkan baik untuk kepentingan medis maupun rekreasional. Sikap tegas yang diambil oleh BNN sebagai leading sector penanganan permasalahan Narkoba di Indonesia menyatakan bahwa dengan situasi dan kondisi pernyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika khusunya ganja yang sangat tinggi di Indonesia, maka upaya tindakan melegalisasi ganja adalah perbuatan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi sesuai UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 (Humas BNN, 2021)
Dalam konferensi pers, pemerintah melalui BNN berharap kepada masyarakat Indonesia yang mengikuti proses pembahasan ini untuk dapat menyikapi persoalan ganja medis tersebut dengan bijaksana sebab Indonesia masih merupakan negara yang berdaulat yang memiliki peraturan perundang-undangannya sendiri untuk mengatur pemanfaatan ganja (Humas BNN, 2020)
Dalam hal ini, Humas Badan Narkotika Nasional sebagai lembaga yang menjadi leading sector permasalahan narkotika mendapatkan dampak dengan adanya opini publik tersebut. Secara konsisten BNN menegaskan bahwa selama Undang-Undang mengamanatkan, BNN tegas menolak legalisasi ganja. Dalam penanganan opini publik yang berkembang, Humas BNN dapat melakukan beberapa strategi antara lain membuat rencana untuk memberikan keterangan yang konsisten terkait risiko jika ganja dilegalkan di Indonesia; memberikan perhatian pada kelompok yang rentan menghadapi opini publik ini; melakukan pemantauan terhadap opini yang berkembang; menyelenggarakan public opinion polling; berkoordinasi dengan institusi lain; serta menunjuk juru bicara yang kompeten.
Penulis: Adhika Pertiwi
Daftar Pustaka:
- Humas BNN. (2020, 10 Desember). Hasil Voting Pada Reconvened 63rd Session Commision On Narcotics Drugs Terkait Cannabis dan Cannabis Resin. BNN. https://bnn.go.id/hasil-voting-padareconvened-63rd-session-commision/
- Humas BNN. (2021, 27 Juni). Putus Polemik Legalisasi Ganja dengan Informasi Akurat. BNN. https://bnn.go.id/putus-polemik-legalisasi-ganja-informasi-akurat/
- Iriantara, Y. (2019). Humas pemerintah 4.0. Media Nusantara, 16(1), 13-26. http://ojs.uninus.ac.id/index.php/MediaNusantara/article/view/630
- Kasali, R. (2000). Manajemen public relation: konsep dan aplikasinya di Indonesia (Ed. 4). Pustaka Utama Grafiti.
- Lubis, E. E. (2012). Peran Humas dalam Membentuk Citra Pemerintah. Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 12(1), 51-73. https://jiana.ejournal.unri.ac.id/index.php/JIANA/article/view/903
- Olii, H. & Erlita, N. (2011). Opini Publik. PT Indeks.
- Public Relations Society of America. (2012). All about PR. https://www.prsa.org/about/all-about-pr